Jumat, 19 Oktober 2018

Pucat Pasi Bulan Sabit

Perkanalkan, Aku Bulan
Mungkin kau tak terlalu mengenalku
Karena waktu sering mengubah bentukku
Meski begitu, orang-orang tetap memanggilku Rembulan

Aku dianggap sebagai sebuah bentuk keindahan
Sosok yang pantas untuk diandalkan dalam hal romansa
Tak jarang keindahanku dituangkan ke dalam pujangga
Pedulikah mereka apa yang aku rasakan?

Kalau kau berkenan, bolehkah aku sejenak bercerita
Tak apa meski kau tak peduli dan menganggapku hanya candaan
Ingin aku berteriak bahwa aku tidak seagung yang mereka bayangkan
Aku, Bulan, tak lebih dari sekedar pemantul cahaya. Aku tidak punya kelebihan apa-apa

Kalau kau berkenan, bolehkah kau kupanggil teman?
Tak apa meski kau tak ingin dan tak percaya dengan istilah itu yang terlampau istimewa
Wahai teman, sunggu aku sangat lelah
Jangan tanya mengapa karena aku tak tau kenapa

Wujudku sangat jauh, namun aku memantau kalian satu persatu
Kulihat kalian dengan jelas dan membuatku terpaku
Sungguh kalian memang tak kenal aku
Karena kalian selalu mengharapkanku untuk keuntunganmu

Teman, tolong jangan lelah akan diriku
Meski kali ini aku berbentuk lingkaran sempurna
Hari esok kita tak tahu
Tak apa meski kau tak paham gayaku berbahasa

Kali ini aku katakan mengenai keinginanku yang terdalam
Bahwa aku ingin berbentuk sabit untuk selamanya
Jangan tanya aku mengapa, karena aku tak tau kenapa

Meski sabitku tak sempurna
Terlihat pucat tak mempesona
Namun aku sangat berbahagia
Karena aku merasa utuh, meski tak dapat kurasakan selamanya

Akankah kau hadir lagi esok, teman
Mendengarkan ceritaku yang tak beruntutan?
Terimakasih, teman
Dariku, Bulan

Yogyakarta, Oktober 2018